Welcome to My Blog

Sebelumnya Saya ucapkan terima kasih anda telah mengunjungi blog ini dan Selamat datang para netter di halaman weblog "Dara Bugiz". Dengan mengangkat tema Motivasi, seni budaya Indonesia, dll diharapkan sang penulis mampu memberikan inspirasi segar, ide kreatif.
Masukan atau saran dari para netter sangat diharapkan, guna melengkapi data tulisan maupun opini sang penulis yang ingin berbagi kasih sayang, cinta, pengalaman dan tips-tips kehidupan. Jaga terus tali silahturahmi netter nusantara di dunia blogosphere.

Sabtu, 21 Mei 2011

Mengungkap Kisah Lahirnya Semboyan Pangkep


KUALLEANGI TALLANGA NA TOALIA (aku lebih memilih tenggelam dari pada kembali ke tepi, bahasa Makassar, red). Adalah semboyan hidup yang hingga kini masih dipegang teguh oleh warga masyarakat Pangkajene Kepulauan (Pangkep) Sulsel dalam menjalani kehidupan dunia. Siapa yang pertama mengucapkan kalimat ‘keramat’ itu yang mencerminkan karakter suatu suku ?


Andi Baso Ujung Djohar, seorang pemangku adat “Kerajaan Siang” Kab. Pangkep saat ditemui infomakassar.com di rumahnya mengatakan, semboyan itu adalah sebuah ucapan yang mencerminkan sikap teguh seorang raja bernama Karaeng Pallabeang Dg. Pabali yang pantang menyerah.

Dia berkisah, ketika sang raja itu mengantarkan sima (pajak, red) ke Tallo, di muara sungai Tallo kapalnya dihantam ombak besar dan angin kencang. Ketika itu sebelum kapalnya pecah dan dirinya meninggal, terucap dari mulutnya kata-kata lantang menantang (dalam bahasa Makassar, Red);

“KUASSENGJAKO ANGIN LABATTUA (Aku tahu angin yang akan datang bertiup).
ANGING BERU MANGNGERANG BOMBANG LOMPO (Angin baru membawa ombak besar)
INAKKE MINNE KARAENG TAMAMMALIANGA RIKANA (Akulah Raja yang tak ingkar pada ucapan)
KUALLEANGI TALLANGA NA TOALIA” (Aku lebih memilih tenggelam dari pada kembali ke tepi).

Karaeng Pallebeang Dg. Pabali ini, lanjut Andi Baso Ujung, diangkat oleh Kerajaan Siang. Kerajaan Siang adalah kerajaan yang tertua di Sulawesi Selatan sehingga kerajaan ini digelar “BUTTA MATOAYYA”. Karakter kepemimpinan Kerajaan Siang sudah dinikmati masyarakat Kabupaten Pangkep sejak dahulu hingga sekarang ini, Pasalnya Kerajaan Siang sudah membentuk dan menata raja-raja di berbagai wilayah di Kabupaten Pangkep, baik daratan, pegunungan maupun di pulau-pulau yang diikat dalam satu bingkai Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

“Jadi kalau dikaitkan dengan pemberian nama stadion olah raga Kabupaten Pangkep, maka yang paling tepat nama stadion itu sebagai simbol atau situs yang bersejarah adalah STADION GELORA KERAJAAN SIANG,” tutur Andi Baso Ujung menyarankan

saudagar Bugis Makassar


Orang-orang Bugis-Makassar sejak dahulu dikenal sebagai pelaut yang tangguh.  Sejak lama kapal Phinisi dikenal sering bolak balik di pantai utara Australia, di Madagaskar sampai ke daratan Mozambik di Afrika Timur,  hingga berbaur dengan para saudagar asing di kota air bernama Venezia, Italia bahkan sisa puing kapal Phinisi juga di temukan di Acapulco, Meksiko. Disamping sebagai pelaut mereka dikenal juga sebagai saudagar yang handal sebagai seorang Passompe atau pelaut saudagar.
Keuletan dan kegigihan para passompe dari tanah Bugis Makassar jaman dahulu bagai legenda yang tak terlupakan. Kegigihan yang mewaris turun temurun ke generasi Bugis Makassar berikutnya. Dalam generasi berikutnya para saudagar Bugis Makassar mampu memperlihatkan eksistensi mereka sebagai saudagar tangguh setangguh phinisi diitengah lautan ganas.
Kepiawiaan saudagar Bugis Makassar di Lautan juga terbawa di daratan, walau semangat passompe kini telah memudar dikalangan generasi muda, tiada lain karena tergiur aroma menjadi pegawai negeri sipil.
Dan tiap tahun para saudagar Bugis Makassar yang tergabung dalam persaudaraan saudagar Bugis Makassar (PSBM) pulang kampung, ber tudang sipulung bersama merumuskan satu tekad membangun kampung halaman. Kumpul-kumpul para pengusaha (baca : saudagar) ini diikuti oleh daerah lain hingga melahirkan diantaranya pertemuan saudagar Minang dll.
Satu semboyan lama yang membekas dalam pikiran saya bahwa, kunci pembangunan sukses terletak pada kemandirian pribuminya. Dan menjadi pengusaha (saudagar) bukan hanya monopoli satu golongan tertentu saja, dan para saudagar Bugis Makassar telah memenuhi janji kepada leluhurnya para passompe yang agung untuk terus mewariskan semangat berdagang hingga melintas pulau

Phinisi , Legenda Dan kebanggan Indonesia Yang Dilupakan


Mungkin banyak diantara Juragan yang masih ingat tentang sebuah kapal layar yang terbuat dari kayu dan diberi nama Phinisi Nusantara. Kapal ini memiliki nama yang melegenda dan hampir semua pelaut di tanah air tahu nama ini. Phinisi Nusantara memang telah mencatat pelayarannya yang bersejarah saat berhasil menyeberangi samudera Pasifik untuk menuju Vancouver, Kanada.
Samudera yang terkenal ganas ini berhasil ditaklukan oleh sebuah kapal yang terbuat dari kayu, Phinisi Nusantara. Meskipun pada awalnya misi pelayaran spektakuler ini banyak diragukan orang, tapi Capt. Gita Ardjakusuma beserta 11 orang awak kapalnya berhasil menyelesaikan tugas ini dengan baik. Rintangan pada jalur pelayaran yang terkenal berbahaya di Samudera Pasifik dapat diatasi dengan baik hingga Phinisi Nusantara merapat dengan selamat di Vancouver.
Itu adalah kisah 23 tahun yang lalu. Misi pelayaran Phinisi Nusantara dirancang guna berpartisipasi pada Expo ’86 yang diselenggarakan di Vancouver, Kanada. Keseluruhan proyek pelayaran ini diprakarsai dan dikelola oleh Yayasan Phinisi Indonesia Raya (YPIR) yang ketuai Laksamana TNI (Purn) Soedomo. Kapal yang memiliki panjang 37 meter dan berbobot 120 ton ini memulai pelayaran bersejarahnya pada tanggal 9 Juli 1986.
Bertolak dari dermaga perikanan Muara baru, Jakarta Utara dengan tujuan Vancouver. Rute pelayaran yang dilalui sungguh berat dengan ombak yang dikabarkan hingga setinggi 7 meter. Jauh lebih tinggi dibanding tiang listrik. Apalagi menurut Capt. Gita, mereka harus berlayar melawan angin.
Setelah menempuh pelayaran sejauh 10.600 mil yang memakan waktu selama 68 hari akhirnya mereka dengan sukses mencapai tujuan, Vancouver.
Di pelabuhan Marine Plaza, kapal beserta awaknya banyak mendapat sambutan dari masyarakat Vancouver. Kabarnya setiap harinya kapal ini dikunjungi tidak kurang dari 3.000 orang pengunjung. Terlebih pada tanggal 21 September 1986, Phinisi Nusantara didatangi 25.000 pengunjung. Kota Vancouver memang meiliki sejarah bahari yang cukup panjang. Bagi mereka, kedatangan Phinisi Nusantara, sebuah kapal kayu dengan reputasi internasional yang berhasil menyeberangi Samudera Pasifik ini benar-benar mendapat perhatian yang penuh antusias. Dikabarkan, kedatangan Phinisi Nusantara di arena Expo ’86 itu dengan serta-merta langsung membuat stand Indonesia yang semula jarang didatangi orang mendadak dipenuhi pengunjung.
Bahkan stand Indonesia mendapat sebuah penghargaan berupa paku rel kereta api yang merupakan simbol peringatan 100 tahun Trans Canada yang menjadi lambang transportasi masa lalu. Penghargaan ini hanya diberikan kepada 3 negara peserta Expo ’86 yang dinilai paling spektakuler. Phinisi Nusantara waktu itu benar-benar melambungkan nama Indonesia di mata Internasional.
Di dunia internasional, perahu Phinisi baru dikenal sejak 1906 silam. Perahu itu adalah bentuk termodern dari kapal tradisional orang Bugis-Makassar yang telah mengalami proses evolusi panjang. Kapal itu dibuat sebagai perahu layar dengan dua tiang dan tujuh hingga delapan helai layar. Pada umumnya perahu ini berukuran kecil dengan daya muat antara 20 hingga 30 ton dan panjang antara 10 hingga 15 meter. Hampir keseluruhan pembuatan perahu dilakukan dengan teknik-teknik sederhana dan mengunakan tenaga mesin yang sangat minim.
Sekarang Kita flashback ke awal sejarah adanya perahu phinisi
Di ujung selatan pulau Sulawesi, masyarakat setempat membangun sebuah tradisi bahari selama ratusan tahun. Cerita-cerita tentang keperkasaan para pelaut Bugis, Makassar, Mandar, dan Konjo telah menjadi buah bibir hingga ke pelosok negeri nun jauh di seberang lautan. Keindahan dan kekokohan perahunya dalam menghadapi keganasan ombak lautan, telah melahirkan cerita-cerita kepahlawanan yang mengagumkan.


Kisah tentang perahu Phinisi dari Tanah Beru dan para pelaut dari Bira, Kabupaten Bulukumba, yang mengemudikannya, kini sudah bukan cerita asing lagi. Namun tak banyak yang mengetahui kehebatan para pelaut dari ujung selatan Sulawesi ini dibangun dari tradisi panjang. Budaya itu didasarkan pada mitos tentang penciptaan perahu pertama oleh nenek moyang mereka.
Alkisah dalam mitologi masyarakat Tanah Beru, nenek moyang mereka menciptakan sebuah perahu yang lebih besar untuk mengarungi lautan, membawa barang-barang dagangan dan menangkap ikan. Saat perahu pertama dibuat, dilayarkanlah perahu di tengah laut. Tapi sebuah musibah terjadi di tengah jalan. Ombak dan badai menghantam perahu dan menghancurkannya. Bagian badan perahu terdampar di Dusun Ara, layarnya mendarat di Tanjung Bira dan isinya mendarat di Tanah Lemo.


Peristiwa itu seolah menjadi pesan simbolis bagi masyarakat Desa Ara. Mereka harus mengalahkan lautan dengan kerjasama. Sejak kejadian itu, orang Ara hanya mengkhususkan diri sebagai pembuat perahu. Orang bira yang memperoleh sisa layar perahu mengkhususkan diri belajar perbintangan dan tanda-tanda alam. Sedangkan orang Lemo-lemo adalah pengusaha yang memodali dan menggunakan perahu tersebut. Tradisi pembagian tugas yang telah berlangsung selama bertahun-tahun itu akhirnya berujung pada pembuatan sebuah perahu kayu tradisional yang disebut Phinisi.


Kini keyakinan mistis terhadap mitologi kuno itu masih kental dalam setiap proses pembuatan Phinisi. Diawali dengan sebuah ritual kecil, perahu Phinisi dibuat setelah melalui upacara pemotongan lunas. Upacara itu dipimpin seorang pawang perahu yang disebut Panrita Lopi.
Berbagai sesaji menjadi syarat yang tak boleh ditinggalkan dalam upacara ini seperti semua jajanan harus berasa manis dan seekor ayam jago putih yang masih sehat. Jajanan menimbulkan keinginan dari pemilik agar perahunya kelak mendatangkan keuntungan yang tinggi. Sedikit darah dari ayam jago putih ditempelkan ke lunas perahu. Ritual itu sebagai simbol harapan agar tak ada darah tertumpah di atas perahu yang akan dibuat.
Kemudian, kepala tukang memotong kedua ujung lunas dan menyerahkan kepada pemimpin pembuatan perahu. Potongan ujung lunas depan di buang ke laut sebagai tanda agar perahu bisa menyatu dengan ombak di lautan. Sedang potongan lunas belakang di buang ke darat untuk mengingatkan agar sejauh perahu melaut maka dia harus kembali lagi dengan selamat ke daratan. Pada bagian akhir, Panrita Lopi mengumandangkan doa-doa ke hadapan Sang Pencipta.
Bagian-bagian dari kapal phinisi :
1. Anjong, segitiga di depan sebagai penyeimbang.
2. Sombala alias layar utama, berukuran besar mencapai 200 m.
3. Tanpasere layar kecil berbentuk segitiga ada di setiap tiang utama.
4. Cocoro pantara atau layar pembantu ada di depan.
5. Cocoro tangnga alias layar pembantu ada di tengah.
6. Tarengke layar pembantu di belakang.
Berkaitan dengan cerita kapal phinisi ini, pernah ada kekhawatiran dari orang-orang di Bulukumba, Sulawesi Selatan, bahwa rancang bangun kapal phinisi akan didaftarkan hak patennya oleh negara asing. Mengingat sentra-sentra pembuatan perahu atau kapal phinisi yang terbesar di dunia justru terletak diluar Indonesia. Contohnya sentra-sentra itu malah berada di beberapa negara seperti Jepang, Australia, Malaysia dan Brunei. Sebelumnya, Bulukumba sudah terlebih dahulu terkenal sebagai penghasil kapal phinisi dengan kualitas terbaik.
Indonesia dewasa ini memang sedang penuh dengan hiruk pikuk kepentingan dari banyak pihak. Hal-hal yang seharusnya diperhatikan malah jadi diabaikan. Hal-hal yang pernah membuat negeri ini bangga, sekarang sudah dilupakan. Padahal sebagian besar wilayah kita adalah lautan. Tapi justru di lautan kita makin tertinggal. Seperti nasib Phinisi Nusantara yang kini terlunta-lunta meskipun pernah mencetak prestasi yang luar biasa. Dan mungkin sudah banyak orang Indonesia yang tidak ingat lagi lagu “Nenek moyangku orang pelaut”.
(Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=26…)

Minggu, 15 Mei 2011

Adat perkawinan Bugis

 Budaya dan adat Pernikahan Suku Bugis Makassar
Budaya dan adat perkawinan Bugis Makassar adalah salah satu budaya pernikahan di Indonesia yang paling kompleks dan melibatkan banyak emosi. Bagaimana tidak mulai dari ritual lamaran hingga selesai resepsi pernikahan akan melibat kan seluruh keluarga yang berkaitan dengan kedua pasangan calon mempelai. Ditambah lagi dengan biaya mahar dan "doi' panaik" atau uang naik atau biaya akomodasi pernikahan yg selangit.
Sebenarnya dulu adat budaya pernikahan yang tergolong mewah ini hanya barlaku bagi keluarga kerajaan namun sekarang mengalami pergeseran dan mulai dipraktekan masyarakat umum suku bugis makassar.

Ritual

Lamaran (assuro/massuro)
Lamaran mungkin bisa dikatan umum dan dilakukan sebagaimana adat-adat yang ada di Indonesia, namun yang berbeda adalah acara lamaran yang memang diarahkan agar berlangsung alot dan beradu pantun istilahnya "maddongidongi/mammanu'manu'. Pihak calon laki-laki diharap mampu membalas dan menyeimbangi pantun pihak keluarga perempuan.
Dalam Lamaran dibicarakan tentang jumlah mahar, biaya pernikahan dan seserahan serta hari dan tanggal baik pernikahan.
biasanya perbincangan akan sangat alot dan sering menemui jalan buntu dan harus melakukan lamaran ulang.

Persiapan
Persiapan pernikahan biasanya akan lebih ribet dan memakan waktu, tenaga dan biaya yang begitu besar (diluar akomodasi undangan dan sebagainya). Sebab selain mengundang secara tertulis ternyata budaya "mappada" atau memanggil secara lisan adalah adat yang tidak bisa ditinggalkan, mengundang secara lisan biasanya dilakukan oleh Ibu calon mempelai bersama Bibi atau kerabat wanita. Ini akan banyak menguras tenaga dan waktu meskipun yang akan diundang secara lisan adalah keluarga dan kerabat dekat tapi jika kita berada dalam lingkungan keluarga besar yang berjauhan akan sangat menyita tenaga.

Pada H-7 bagi keluarga yang mengadakan pernikahan di Rumah (biasanya di kolong rumah panggung) kesibukan dan berbagai acara telah dimulai. Berbagai pernak pernik seperti baruga (gerbang penganting), sarappo (pagar pembatas), panggung dan pemasangan pernak-pernik lainnya seperti lamming (hiasan dekorasi) akan menyita waktu. Namun bagi pernikahan orang bugis di kota-kota telah beralih menggunakan gedung yang lebih efisien, tapi di daerah yang belum terdapat gedung tantunya sangat merepotkan..
Mandi Uap (A'barumbung/Mappesau)
Mandi uap atau sauna adalah salah satu ritual yang dijalankan sebelum memasuki acara pacar (mappacci) mandi sauna dilakukan secara tradisional menggunakan perapian kayubakar dibalik tirai kain atau tirai bambu. Ritual ini dilakukan selama tiga hari.

Appassili bunting (Cemme mappepaccing) atau siraman dan A’bubbu’ (mencukur rambut halus/bulu ****** dari calon mempelai).

Makkaddo' caddi'
acara makan semacam masakan beras ketan yang diolah secara tradisional, dilakukan 2 malam sebelum hari akad nikah.

Akkorontigi (Mappacci) atau malam pacar.
ritual dimana kerabat keluarga mempelai memberikan tanda pacar pada tangan mempelai, maksudnya agar niat mempelai dalam menjalani pernikahan bersih sebagai nama mappacci asal kata mapaccing atau bersih dan suci.

Assimorong atau akad nikah.
akad nikah dilakukan di lokasi mempelai wanita. Sangat jarang dalam budaya Islam bugis makassar melakukan akad nikah atau ijab qabul di Mesjid. Mempelai laki-laki akan mendatangi kediaman mempelai wanita bersama rombongan dengan membawa erang-erang yaitu seserahan yang kemas dengan bosara dan tandu yang terbuat dari bilah bambu.
seserahan yang di kemas dalam bosara biasanya kue-kue tradisional bugis dan alat keperluan sehari-hari seperti kosmetik dan sebagainya, sedangkan dalam tandu bilah bambu diisi dengan berbagai hasil bumi biasanya buah-buahan dan sepasang ekor ayam jantan dan betina.

Resepsi di Lokasi Mempelai Wanita.
Biasanya setelah resepsi mempelai pria tidak diperkenankan menginap di kediaman mempelai wanita, jika kediaman si pria jauh maka di sediakan tempat di rumah tetangga (kesian ), dalam hal ini juga mempelai pria tidak diperkenankan memakan sajian dari kediaman mempelai wanita.

Resepsi di kediaman pria (Allekka’ bunting (Marolla) atau mundu mantu)
seperti halnya sang pengantin pria pengantin wanita tidak diperkenankan memakan sajian dari kediaman pria namun tetap diinapkan dalam kediaman pria yang dalam ruangan dengan kawalan yang ketat bahkan isolasi.

Makkaddo Caddi
Sehari setelah resepsi dikediaman pria, biasanya dilakukan acara makan olahan beras ketan "kaddo caddi". Dan masih menerima kedatangan tamu.

Appa’bajikang bunting atau menyatukan kedua mempelai.
dalam ritual ini wanita dan pria disatukan dan lepas dari isolasi. Biasanya sebagai simbolisasi dengan acara suapan dan mencium kening.

berselang beberapa hari kemudian masih dilakukan acara syukuran dengan makan-makan lappa'-lappa'